Search engine for discovering works of Art, research articles, and books related to Art and Culture
ShareThis
Javascript must be enabled to continue!

KONVENSI DEN HAAG 1993: PERBANDINGAN DAN DAMPAK RATIFIKASI TERHADAP HUKUM NASIONAL INDONESIA

View through CrossRef
This article aims to analyze the comparison of the regulation of intercountry child adoption between Indonesian national law and the 1993 Hague Convention, and analyze the impact that will be caused if the 1993 Hague Convention is ratified by Indonesia. The research method used is normative legal research. This research is included in comparative legal research. The formulation of the problems that will be analyzed in this article, namely first, what are the similarities and differences in the regulation of intercountry child adoption between Indonesian national law and the 1993 Hague Convention. The second issue is what if Indonesia ratifies the 1993 Hague Convention, and what impact the ratification will have. The analysis shows that the 1993 Hague Convention and Indonesian national law in regulating child adoption between countries have similarities in terms of principles and objectives. Meanwhile, the differences lie in the institutional arrangements, processes, and a number of requirements for intercountry child adoption in the 1993 Hague Convention which are more stringent and strict. The conclusion is that the regulation of intercountry child adoption regulated by Indonesian national law and the 1993 Hague Convention is the same in principle, but different in normative terms and practice. Indonesia, for now, is not qualified to ratify the convention, and if ratified, it will have an impact and consequences.ABSTRAKArtikel ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaturan adopsi anak antar negara antara hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993, dan menganalisis terkait dampak yang akan ditimbulkan jika Konvensi Den Haag 1993 diratifikasi oleh Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian perbandingan hukum. Rumusan persoalan yang akan dianalisis dalam artikel ini, yaitu pertama bagaimana persamaan, dan perbedaan pengaturan adopsi anak antar negara antara hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993. Persoalan yang kedua adalah bagaimana jika Indonesia meratifikasi Konvensi Den Haag 1993, dan apa dampak yang akan ditimbulkan dari ratifikasi tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa Konvensi Den Haag 1993 dengan hukum nasional Indonesia dalam pengaturan adopsi anak antar negara memiliki persamaan dalam hal prinsip, dan tujuan. Sedangkan untuk perbedaannya terletak pada pengaturan kelembagaan, proses, dan sejumlah persyaratan terhadap adopsi anak antar negara pada Konvensi Den Haag 1993 yang lebih tegas dan ketat. Kesimpulannya ialah pengaturan adopsi anak antar negara yang diatur oleh hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993 secara prinsip sama, namun berbeda dalam hal normatif, dan praktik. Indonesia, untuk saat ini belum mumpuni dalam meratifikasi konvensi tersebut, dan apabila diratifikasi akan memberikan dampak, serta konsekuensi.
Title: KONVENSI DEN HAAG 1993: PERBANDINGAN DAN DAMPAK RATIFIKASI TERHADAP HUKUM NASIONAL INDONESIA
Description:
This article aims to analyze the comparison of the regulation of intercountry child adoption between Indonesian national law and the 1993 Hague Convention, and analyze the impact that will be caused if the 1993 Hague Convention is ratified by Indonesia.
The research method used is normative legal research.
This research is included in comparative legal research.
The formulation of the problems that will be analyzed in this article, namely first, what are the similarities and differences in the regulation of intercountry child adoption between Indonesian national law and the 1993 Hague Convention.
The second issue is what if Indonesia ratifies the 1993 Hague Convention, and what impact the ratification will have.
The analysis shows that the 1993 Hague Convention and Indonesian national law in regulating child adoption between countries have similarities in terms of principles and objectives.
Meanwhile, the differences lie in the institutional arrangements, processes, and a number of requirements for intercountry child adoption in the 1993 Hague Convention which are more stringent and strict.
The conclusion is that the regulation of intercountry child adoption regulated by Indonesian national law and the 1993 Hague Convention is the same in principle, but different in normative terms and practice.
Indonesia, for now, is not qualified to ratify the convention, and if ratified, it will have an impact and consequences.
ABSTRAKArtikel ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaturan adopsi anak antar negara antara hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993, dan menganalisis terkait dampak yang akan ditimbulkan jika Konvensi Den Haag 1993 diratifikasi oleh Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian perbandingan hukum.
Rumusan persoalan yang akan dianalisis dalam artikel ini, yaitu pertama bagaimana persamaan, dan perbedaan pengaturan adopsi anak antar negara antara hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993.
Persoalan yang kedua adalah bagaimana jika Indonesia meratifikasi Konvensi Den Haag 1993, dan apa dampak yang akan ditimbulkan dari ratifikasi tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Konvensi Den Haag 1993 dengan hukum nasional Indonesia dalam pengaturan adopsi anak antar negara memiliki persamaan dalam hal prinsip, dan tujuan.
Sedangkan untuk perbedaannya terletak pada pengaturan kelembagaan, proses, dan sejumlah persyaratan terhadap adopsi anak antar negara pada Konvensi Den Haag 1993 yang lebih tegas dan ketat.
Kesimpulannya ialah pengaturan adopsi anak antar negara yang diatur oleh hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993 secara prinsip sama, namun berbeda dalam hal normatif, dan praktik.
Indonesia, untuk saat ini belum mumpuni dalam meratifikasi konvensi tersebut, dan apabila diratifikasi akan memberikan dampak, serta konsekuensi.

Related Results

Studi Perbandingan Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand
Studi Perbandingan Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Memahami bagaimana sistem perkawinan nasional di Indonesia dan Thailand, (2) Latar belakang pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Indonesia dan ...
Posisi Hukum Adat dalam Hukum Kontrak Nasional Indonesia
Posisi Hukum Adat dalam Hukum Kontrak Nasional Indonesia
<p align="center"><strong><em>Abstract</em></strong></p><p><em>Sooner or later Indonesia will have its own law of contract. Reasons ...
POSISI HUKUM ADAT DALAM HUKUM KONTRAK NASIONAL INDONESIA
POSISI HUKUM ADAT DALAM HUKUM KONTRAK NASIONAL INDONESIA
<h2>Abstract</h2><p>Cepat atau lambat Indonesia akan memiliki hukum perjanjiannya sendiri. Alasan dari pernyataan ini adalah bahwa, pertama, hukum kontrak Indoens...
tugas resume hukum tata negara
tugas resume hukum tata negara
Hukum tata Negara dapar diartikan dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Secara arti sempit hukum tata negara dapat diartikan hukum yang mengatur organisasi negra sedangkan dala...
ANISHA-HTN
ANISHA-HTN
NAMA:ANISHANIM :10200120233KELAS :HTN-FMATA KULIAH:HUKUM TATA NEGARAHUKUM TATA NEGARAA.Pengertian Hukum tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kek...
PLURALISME HUKUM DI INDONESIA DARI SUDUT PANDANG ANTROPOLOGI
PLURALISME HUKUM DI INDONESIA DARI SUDUT PANDANG ANTROPOLOGI
Berdasarkan urian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum pada dasarnyaberbasis pada masyarakat. Maka salah satu metode khas dalam antropologi hukum adalah kerjalapangan (fi...

Back to Top