Javascript must be enabled to continue!
MAKNA TENUN IKAT DAYAK SINTANG DITINJAU DARI TEORI SEMIOTIKA SOSIAL THEO VAN LEEUWEN
View through CrossRef
<p>ABSTRACT<br />Sintang’s Dayak ikat weaving, which is one of the cultural artifacts of Sintang District, West Kalimantan, is used by indigenous peoples (Dayak tribes) as part of their lives in the process of weaving and local customary events. In addition, Sintang’s Dayak ikat weaving is also used as a local branding communication medium through its use in the formal and informal activities of the government and the private sector, for example, in welcoming guests and giving souvenirs. However, the tradition of Sintang’s Dayak ikat weaving was once abandoned by the Dayak people because it was considered a symbol of underdevelopment or backwardness. Through the collaboration of several non-governmental institutions, a revitalization of Dayak ikat weaving was carried out which caused a shift in the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving. This matter forms the basis for the present research into the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving which uses Theo Van Leeuwen's semiotic social theory to understand: the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving, interpretation by the sign readers of Sintang’s Dayak ikat weaving, and how signs and meanings are exchanged based on semiotic resources. This is a qualitative study using the interpretive paradigm. Data collection was carried out through unstructured interviews with people who come in direct contact with the weaving process and people who enjoy woven products, as well as field observations and literature studies. The results showed that the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving went through a shift when there were influences from outside that changed the views of the Dayaks regarding Sintang’s Dayak ikat weaving, and its meaning is formed today by its function as cultural artifacts, regional identities, economic commodities and tourism potential and investment.</p><p><strong>Keywords; social semiotics, ikat weaving, culture, sintang</strong></p><p>ABSTRAK<br />Tenun ikat Dayak Sintang yang merupakan salah satu artefak budaya di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat digunakan oleh masyarakat adat (suku Dayak) sebagai bagian dari kehidupan mereka dalam proses penenunan dan acara adat istiadat setempat. Selain itu, tenun ikat Dayak Sintang juga digunakan sebagai media komunikasi identitas daerah Sintang (local branding) melalui penggunaannya dalam kegiatan formal dan non formal pemerintah dan pihak swasta, misalnya dalam penyambutan tamu dan pemberian cendera mata. Namun, tradisi menenun tenun ikat Dayak Sintang pernah ditinggalkan oleh masyarakat Dayak karena tenun ikat Dayak Sintang dianggap sebagai lambang ketertinggalan atau keterbelakangan. Melalui kerja sama beberapa lembaga non pemerintah dilakukan revitalisasi tenun ikat Dayak yang membuat makna tenun ikat Dayak Sintang mengalami pergeseran. Hal tersebut mendasari peneliti melakukan penelitian mengenai makna tenun ikat Dayak Sintang ditinjau dari teori semiotika sosial Theo Van Leeuwen untuk memahami: makna dari tenun ikat Dayak Sintang, interpretasi pembaca tanda atas tenun ikat Dayak Sintang, dan bagaimana tanda dan makna dipertukarkan berdasarkan semiotic resources. Penelitian ini adalah penelitiaan kualitatif dengan menggunakan paradigma interpretif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur pada orang-orang yang bersentuhan langsung dengan proses penenunan dan orang-orang yang menikmati hasil tenunan, serta observasi lapangan dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna tenun ikat Dayak Sintang mengalami pergeseran ketika ada pengaruh dari luar yang mengubah pandangan orang Dayak mengenai tenun ikat Dayak Sintang, dan saat ini makna yang terbentuk adalah sebagai artefak budaya, identitas daerah, komoditas ekonomi serta potensi wisata dan investasi.</p><p><strong>Kata Kunci; semiotika sosial, tenun ikat, budaya, sintang</strong></p>
Universitas Bunda Mulia
Title: MAKNA TENUN IKAT DAYAK SINTANG DITINJAU DARI TEORI SEMIOTIKA SOSIAL THEO VAN LEEUWEN
Description:
<p>ABSTRACT<br />Sintang’s Dayak ikat weaving, which is one of the cultural artifacts of Sintang District, West Kalimantan, is used by indigenous peoples (Dayak tribes) as part of their lives in the process of weaving and local customary events.
In addition, Sintang’s Dayak ikat weaving is also used as a local branding communication medium through its use in the formal and informal activities of the government and the private sector, for example, in welcoming guests and giving souvenirs.
However, the tradition of Sintang’s Dayak ikat weaving was once abandoned by the Dayak people because it was considered a symbol of underdevelopment or backwardness.
Through the collaboration of several non-governmental institutions, a revitalization of Dayak ikat weaving was carried out which caused a shift in the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving.
This matter forms the basis for the present research into the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving which uses Theo Van Leeuwen's semiotic social theory to understand: the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving, interpretation by the sign readers of Sintang’s Dayak ikat weaving, and how signs and meanings are exchanged based on semiotic resources.
This is a qualitative study using the interpretive paradigm.
Data collection was carried out through unstructured interviews with people who come in direct contact with the weaving process and people who enjoy woven products, as well as field observations and literature studies.
The results showed that the meaning of Sintang’s Dayak ikat weaving went through a shift when there were influences from outside that changed the views of the Dayaks regarding Sintang’s Dayak ikat weaving, and its meaning is formed today by its function as cultural artifacts, regional identities, economic commodities and tourism potential and investment.
</p><p><strong>Keywords; social semiotics, ikat weaving, culture, sintang</strong></p><p>ABSTRAK<br />Tenun ikat Dayak Sintang yang merupakan salah satu artefak budaya di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat digunakan oleh masyarakat adat (suku Dayak) sebagai bagian dari kehidupan mereka dalam proses penenunan dan acara adat istiadat setempat.
Selain itu, tenun ikat Dayak Sintang juga digunakan sebagai media komunikasi identitas daerah Sintang (local branding) melalui penggunaannya dalam kegiatan formal dan non formal pemerintah dan pihak swasta, misalnya dalam penyambutan tamu dan pemberian cendera mata.
Namun, tradisi menenun tenun ikat Dayak Sintang pernah ditinggalkan oleh masyarakat Dayak karena tenun ikat Dayak Sintang dianggap sebagai lambang ketertinggalan atau keterbelakangan.
Melalui kerja sama beberapa lembaga non pemerintah dilakukan revitalisasi tenun ikat Dayak yang membuat makna tenun ikat Dayak Sintang mengalami pergeseran.
Hal tersebut mendasari peneliti melakukan penelitian mengenai makna tenun ikat Dayak Sintang ditinjau dari teori semiotika sosial Theo Van Leeuwen untuk memahami: makna dari tenun ikat Dayak Sintang, interpretasi pembaca tanda atas tenun ikat Dayak Sintang, dan bagaimana tanda dan makna dipertukarkan berdasarkan semiotic resources.
Penelitian ini adalah penelitiaan kualitatif dengan menggunakan paradigma interpretif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur pada orang-orang yang bersentuhan langsung dengan proses penenunan dan orang-orang yang menikmati hasil tenunan, serta observasi lapangan dan studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna tenun ikat Dayak Sintang mengalami pergeseran ketika ada pengaruh dari luar yang mengubah pandangan orang Dayak mengenai tenun ikat Dayak Sintang, dan saat ini makna yang terbentuk adalah sebagai artefak budaya, identitas daerah, komoditas ekonomi serta potensi wisata dan investasi.
</p><p><strong>Kata Kunci; semiotika sosial, tenun ikat, budaya, sintang</strong></p>.
Related Results
Kerajinan Kain Tenun Pewarna Alam di Kabupaten Buton (Suatu Strategi Pengembangan)
Kerajinan Kain Tenun Pewarna Alam di Kabupaten Buton (Suatu Strategi Pengembangan)
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data leb...
KARAKTERISTIK DAN PROBLEMATIK PERLINDUNGAN MOTIF LUBENG TENUN TROSO
KARAKTERISTIK DAN PROBLEMATIK PERLINDUNGAN MOTIF LUBENG TENUN TROSO
Motif lubeng merupakan salah satu motif tenun troso yang perlu untuk mendapatkan perhatian dan perlindungan nyata. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan problema...
MAKNA BATIK SIDOMUKTI SOLO DITINJAU DARI SEMIOTIKA SOSIAL THEO VAN LEEUWEN
MAKNA BATIK SIDOMUKTI SOLO DITINJAU DARI SEMIOTIKA SOSIAL THEO VAN LEEUWEN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna batik sidomukti Solo ditinjau dari Semiotika Sosial Van Leeuwen serta untuk mengetahui bagaimana masyarakat mengintepretasikan dan mem...
Penguatan Pendidikan Karakter Pada Komunitas Adat Dayak Meratus
Penguatan Pendidikan Karakter Pada Komunitas Adat Dayak Meratus
ABSTRACT
Character education is one of the activities that aims to educate future generations by perfecting students self by training their self-ability towards a better life...
PPPUD DIVERSIFIKASI PRODUK KERAJINAN TENUN CORAK INSANG DI KAMPUNG WISATA TENUN KHATULISTIWA
PPPUD DIVERSIFIKASI PRODUK KERAJINAN TENUN CORAK INSANG DI KAMPUNG WISATA TENUN KHATULISTIWA
PPPUD of Product Diversification of Corak Insang Weaving at Kampung Wisata Tenun KhatulistiwaAbstact. Since established on 16th of November 2018 as a woven tourist village area, th...
ROJA HAMA-HAMA? TINJAUAN LINGUISTIK TRADISI TENUN ENDE DAN PALU'E (Roja Hama-hama? A Linguistic Review of The Ende and Palu'e Weaving Traditions)
ROJA HAMA-HAMA? TINJAUAN LINGUISTIK TRADISI TENUN ENDE DAN PALU'E (Roja Hama-hama? A Linguistic Review of The Ende and Palu'e Weaving Traditions)
The study of loom technology and textile design structure can reveal connections between weaving traditions similarly to how comparative linguistics reveal connections between ling...
RITUAL TENUN IKAT PUA KUMBU DALAM BUDAYA WANITA IBAN
RITUAL TENUN IKAT PUA KUMBU DALAM BUDAYA WANITA IBAN
Tenun ikat Iban, adalah tenunan khas dari masyarakat Dayak Iban khususnya wanita Iban di kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Salah satu produk dari tenun ikat ini adalah kain ...
Kain Tenun Ikat Sutera dalam Pembuatan Uniform Karyawan Hotel Favor Makassar
Kain Tenun Ikat Sutera dalam Pembuatan Uniform Karyawan Hotel Favor Makassar
ABSTRAK - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Desain Uniform Kain Tenun Ikat Sutera Karyawan Hotel Favor Makassar, (2) Teknik pembuatan Uniform Kain Tenun Ikat Sutera Ka...


