Search engine for discovering works of Art, research articles, and books related to Art and Culture
ShareThis
Javascript must be enabled to continue!

RUANG SENI SENEN SEBAGAI TITIK AKUPUNKTUR PERKOTAAN UNTUK MENGHIDUPKAN IDENTITAS KESENIAN DAN MEMORI SENEN

View through CrossRef
The Senen area was formerly known as the center for arts and cultural action in Jakarta. Then it became a hangout place for artists known as Seniman Senen. In 1968, the Governor of Jakarta decided to build Taman Ismail Marzuki which was expected to become a new art center in Jakarta. But slowly the big name of Seniman Senen dimmed when political agitation among artists began to strengthen. Senen began to lose the essence of art along with the times that faded the local culture. Meanwhile, the Senen area, which has been revitalized several times, still has a point of degradation. One of them is the Grand Theater, a historic film show building that was abandoned because it was unable to compete with the currents of globalization. The Grand Theater was burned by mass demonstrations against the policy of the Onimbus Law, which finally entered a phase of stagnation for six years and damaged the image of the Senen area. It is at this point that urban acupuncture can work to revive the Grand Theater, supported by narrative and experimental methods. It is hoped that it can awaken the art of film, create an art platform, and an artistic path that can strengthen the identity and memory of the area as the center of art in Jakarta. It is also hoped that it can be input and produce the right forum for the Senen community in developing arts, culture, as well as restoring the image of the region in the midst of globalization. This project changes the concept of art into a newer one based on collective memory so that it can be relevant to people's lives today and in the future. Keywords:  Degradation; Grand Theater; Senen Art; Urban Acupuncture Abstrak Kawasan Senen dahulu dikenal sebagai pusat aksi kesenian dan kebudayaan di Jakarta. Kemudian sempat menjadi tempat kongko seniman yang dikenal sebagai Seniman Senen. Pada 1968, Gubernur Jakarta memutuskan untuk membangun Taman Ismail Marzuki yang diharapkan menjadi pusat seni baru di Jakarta. Tetapi perlahan nama besar Seniman Senen meredup ketika agitasi politik di kalangan seniman mulai menguat. Senen mulai kehilangan esensi seni seiring dengan perkembangan zaman yang memudarkan budaya lokal. Sementara itu, Kawasan Senen yang sudah beberapa kali direvitalisasi ternyata masih memiliki titik degradasi. Salah satunya Grand Theater, bangunan pertunjukan film bersejarah yang terbengkalai karena kalah bersaing digerus arus globalisasi. Grand Theater sempat terbakar oleh unjuk masa yang menolak kebijakan UU Onimbus Law akhirnya memasuki fase stagnansi selama enam tahun dan merusak citra kawasan Senen. Pada titik inilah akupunktur perkotaan dapat bekerja untuk menghidupkan kembali Grand Theater, didukung dengan metode narasi dan eksperimental. Diharapkan dapat membangkitkan seni perfilman, menciptakan wadah seni, dan jalur seni yang mampu memperkuat identitas juga memori kawasan sebagai pusat kesenian di Jakarta. Diharapkan pula dapat menjadi masukan dan menghasilkan wadah yang tepat untuk masyarakat Senen dalam pengembangan kesenian, kebudayaan, juga mengembalikan citra kawasan ditengah arus globalisasi. Proyek ini mengubah konsep seni menjadi lebih baru berdasarkan memori kolektif agar dapat relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini dan masa depan.
Title: RUANG SENI SENEN SEBAGAI TITIK AKUPUNKTUR PERKOTAAN UNTUK MENGHIDUPKAN IDENTITAS KESENIAN DAN MEMORI SENEN
Description:
The Senen area was formerly known as the center for arts and cultural action in Jakarta.
Then it became a hangout place for artists known as Seniman Senen.
In 1968, the Governor of Jakarta decided to build Taman Ismail Marzuki which was expected to become a new art center in Jakarta.
But slowly the big name of Seniman Senen dimmed when political agitation among artists began to strengthen.
Senen began to lose the essence of art along with the times that faded the local culture.
Meanwhile, the Senen area, which has been revitalized several times, still has a point of degradation.
One of them is the Grand Theater, a historic film show building that was abandoned because it was unable to compete with the currents of globalization.
The Grand Theater was burned by mass demonstrations against the policy of the Onimbus Law, which finally entered a phase of stagnation for six years and damaged the image of the Senen area.
It is at this point that urban acupuncture can work to revive the Grand Theater, supported by narrative and experimental methods.
It is hoped that it can awaken the art of film, create an art platform, and an artistic path that can strengthen the identity and memory of the area as the center of art in Jakarta.
It is also hoped that it can be input and produce the right forum for the Senen community in developing arts, culture, as well as restoring the image of the region in the midst of globalization.
This project changes the concept of art into a newer one based on collective memory so that it can be relevant to people's lives today and in the future.
Keywords:  Degradation; Grand Theater; Senen Art; Urban Acupuncture Abstrak Kawasan Senen dahulu dikenal sebagai pusat aksi kesenian dan kebudayaan di Jakarta.
Kemudian sempat menjadi tempat kongko seniman yang dikenal sebagai Seniman Senen.
Pada 1968, Gubernur Jakarta memutuskan untuk membangun Taman Ismail Marzuki yang diharapkan menjadi pusat seni baru di Jakarta.
Tetapi perlahan nama besar Seniman Senen meredup ketika agitasi politik di kalangan seniman mulai menguat.
Senen mulai kehilangan esensi seni seiring dengan perkembangan zaman yang memudarkan budaya lokal.
Sementara itu, Kawasan Senen yang sudah beberapa kali direvitalisasi ternyata masih memiliki titik degradasi.
Salah satunya Grand Theater, bangunan pertunjukan film bersejarah yang terbengkalai karena kalah bersaing digerus arus globalisasi.
Grand Theater sempat terbakar oleh unjuk masa yang menolak kebijakan UU Onimbus Law akhirnya memasuki fase stagnansi selama enam tahun dan merusak citra kawasan Senen.
Pada titik inilah akupunktur perkotaan dapat bekerja untuk menghidupkan kembali Grand Theater, didukung dengan metode narasi dan eksperimental.
Diharapkan dapat membangkitkan seni perfilman, menciptakan wadah seni, dan jalur seni yang mampu memperkuat identitas juga memori kawasan sebagai pusat kesenian di Jakarta.
Diharapkan pula dapat menjadi masukan dan menghasilkan wadah yang tepat untuk masyarakat Senen dalam pengembangan kesenian, kebudayaan, juga mengembalikan citra kawasan ditengah arus globalisasi.
Proyek ini mengubah konsep seni menjadi lebih baru berdasarkan memori kolektif agar dapat relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini dan masa depan.

Related Results

PUSAT EKONOMI KREATIF SENEN: MENGHIDUPKAN KAWASAN PERDAGANGAN DI SENEN
PUSAT EKONOMI KREATIF SENEN: MENGHIDUPKAN KAWASAN PERDAGANGAN DI SENEN
Senen is an area known as the center of economy, trade, and a bustling youth gathering place in its time. But after the monetary crisis that caused riots, many traders who lived in...
SENEN SHOPPERTAINTMENT: PENGEMBALIAN IDENTITAS DAN POPULARITAS SENEN SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN JAKARTA
SENEN SHOPPERTAINTMENT: PENGEMBALIAN IDENTITAS DAN POPULARITAS SENEN SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN JAKARTA
Senen has been degraded as a trading center, where Senen in the 80s was a trading center in Jakarta which was very developed, crowded, famous, and a destination for many people to ...
SENEN HALL: REVITALISASI GEDUNG GRAND THEATRE SENEN
SENEN HALL: REVITALISASI GEDUNG GRAND THEATRE SENEN
Grand Theater Senen (GTS) is one of the first cinemas in Jakarta. Now the cinema is no longer tied to a single building, which reduces the relevance of a theater building and cause...
SENEN ART HUB: MENGEMBALIKAN CITRA PUSAT HIBURAN DI KAWASAN SENEN
SENEN ART HUB: MENGEMBALIKAN CITRA PUSAT HIBURAN DI KAWASAN SENEN
According to Senen’s history, in 1930 Senen is known as a shopping and entertainment center. Back then, there are a group of teenager and artists who like to gather around in Senen...
Kesenian Tradisional Sinoman Hadrah Khas Suku Banjar Di Kalimantan Selatan Sebagai Sumber Belajar IPS
Kesenian Tradisional Sinoman Hadrah Khas Suku Banjar Di Kalimantan Selatan Sebagai Sumber Belajar IPS
Sinoman hadrah merupakan kesenian asli Suku Banjar. Kesenian ini sudah ada sejak lama dan berlangsung turun temurun, namun seiring dengan perkembangan zaman kesenian ini sudah lang...
Menelisik politik identitas di Kalimantan Barat berdasarkan perspektif filsafat politik Armada Riyanto
Menelisik politik identitas di Kalimantan Barat berdasarkan perspektif filsafat politik Armada Riyanto
Artikel ini membahas politik identitas sebagai tindakan politis yang bertujuan untuk memajukan kepentingan kelompok berdasarkan kesamaan identitas atau karakteristik mereka. Politi...
PERAN RUANG KOMUNAL DALAM MENCIPTAKAN SENSE OF COMMUNITY STUDI KOMPARASI PERUMAHAN TERENCANA DAN PERUMAHAN TIDAK TERENCANA
PERAN RUANG KOMUNAL DALAM MENCIPTAKAN SENSE OF COMMUNITY STUDI KOMPARASI PERUMAHAN TERENCANA DAN PERUMAHAN TIDAK TERENCANA
Sense of community merupakan penentu signifikan kualitas hidup secara umum dan kepuasan dalam kesejahteraan. Dalam kehidupan bermukim, anggotanya harus memiliki sense of community ...
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TERAPI AKUPUNKTUR DAN AROMATERAPI PADA SISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TERAPI AKUPUNKTUR DAN AROMATERAPI PADA SISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA
Kebutuhan dasar manusia salah satunya tidur, kualitas tidur dapat dikatakan cukup apabila sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu. Kualitas tidur yang tidak terpenuhi dapat ...

Back to Top